Kaldera Toba : Revitalisasi, Wisata dan Konflik

Bicara tentang kawasan Danau Toba, Tentu saja tidak terlepas dari segala aspek Budaya Batak, Baik itu Batak Toba, Simalungun, Mandailing, Angkola,  Karo, dan Pakpak. Lokasi Danau Toba hampir semua dikelilingi semua sub etnik Batak. Budaya Batak yang begitu kaya akan tradisi budaya dan ritual ini, tanpa kita sadari sudah banyak mengalami perubahan secara hirarkinya, terutama pengaruh dari budaya Eropa yang dibawa Nomensen dan saudagar India-Arab dulunya. Dampak dan pengaruh yang paling mencolok terlihat dari sisi religi, ketika Batak Toba, Karo dan Pakpak dengan pengaruh Kristen dan Batak Mandailing, Angkola dengan Islam. Oleh karena itu semakin jelas untuk mengklasifikasikan sub etnik Batak, dan membuat hubungan semakin menjauh. Bukan sampai disitu saja seiring zaman, pengaruh modernisasi dan pariwisata juga turut bergulir untuk mempengaruhi budaya Batak, yang akhirnya berujung kepada ketidak sengajaan mengancurkan eksotika budaya Batak dibawah gelombang arus  modernisasi dan westernisasi.

Budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang berada di kawan daerah Danau Toba yang hampir keseluruahan terdiri dari klan batak, sebaiknya segera di revitalisasi, pembedaan antara budaya asli dan budaya yang harus disguhkan kepada wisatawan. Revitalisasi adalah kegiatan untuk meningkatkan peran dan fungsi unsur-unsur budaya lama yang masih hidup di masyarakat dalam konteks baru dengan tetap memperhatikan keasliannya (Perbermendagri dan Menbudpar No 42 dan 40 tahun 2009). Revitalisasi budaya sangatlah penting agar menjadi suatu keselarasan yang tidak saling bertubrukan antara harapan budaya yang bercampur dengan budaya pariwisata. Bersama menciptakan kinerja dalam mencitrakan keseluruhan Batak dalam suguhan budaya, estetika keindahan, seni dan metafisik. Mengkonversi masyarakat Batak dalam suatu rangkuman museum hidup yang sangat eksotis untuk dinikmati dan suatu yang diluar imaji.

Di zaman sekarang ini, tren parawisata tentu saja memiliki standart wisata bercorak modern, baik dari segi infrastruktur, keamaanan serta kenyamanan berwisata. Etika pariwisata modern kerap kali berbenturan dengan nilai dan etika budaya. Lokal budaya menjadi penghambat dan berpengaruh dalam menunjang sektor pariwisata yg menjadi impian bersama. Benturan ini menjadi salah satu masalah yang harus dipikul bersama, diselesaikan baik dari pihak lokal, pemerintah, hingga pihak pihak yang terkait dalam berlangsungnya kegiatan tren berwisata. Tren wisata berubah menjadi suatu kebutuhan, perubahan yang disebabkan akses jarak, publikasi dan gaya hidup. Pariwisata tentu saja bicara bisnis dan menghasilkan uang agar dapat menggerakkan roda perekonomian. Pemerintah yang sedang asik dan gencar dalam meningkatkan krisis industri pariwisata di kawasan Danau Toba, tentunya merupakan keuntungan yang seharusnya dapat dimaksimalkan. Keseriusan ini dibuktikan pemerintah dan pihak swasta dengan menggelontorkan dana yang cukup besar. Co management saling bahu membahu untuk segera mewujudkan impian pariwisata mancanegara. Tentunya agar bisa mendongkrak keuntungan bagi Negara, pihak Swasta, untuk bisa menjadi prioritas devisa dan mengangkat perekonomian masyarakat.

Menciptakan ketidak nyataan Danau toba, Sudah tidak hayal bagaimana keindahan dari pesona Danau Toba. Maka untuk itu perlu merevital suatu kenyataan bahwa orang yang hadir didalam  resesi wisata Danau Toba sedang berada didalam negeri yang tidak nyata, dengan segala estetika budaya, estetika keindahan, seni, keramah-tamaan dan estetika metafisik yang dapat dilihat dari setiap sudut pose. Dan tentu itu merupakan perwujudan impian semua wisatawan, apabila semua dapat terrevital dengan baik tentunya akan membuat kesan jatuh cinta pada pandangan pertama dan diwujudkan dengan rasa yang bergelora. Apabila hal in dapat terealisasi maka industri pariwisata dapat berjalan kearah side effect ekonomi yang bergerak menjadi kesatuan devisa, dan pengahasilan yang besar bagi beragam masyarakat kawasan Danau Toba. Dengan demikian besar harapan dapat terealisasi, dan menciptakan suasana mengolah budaya dengan mengkerucutkan pengaruh modernisasi.

Bali Sebagai Kiblat.

Bali merupakan salah destinasi pariwisata budaya, sport dan alam Mancanegara. Begitu populer dan begitu tersohor seantera belahan dunia ini. Bahkan ketenaran nama Bali melebihi kepopuleran Indonesia sebagai negara. Ada baiknya menjadikan Bali sebagai patron dalam pengolahan pariwisata Danau Toba, walaupun kita sadari Bali juga mendapat daya pengaruh gelombang perusakan budaya dan ketimpangan ekonomi. Akan tetapi revitalisasi budaya Bali dapat bertahan, dinikmati secara budaya harifahnya dan budaya pertunjukan yang lebih kita kenal sebagai atraksi. Waktu yang cukup lama merevitalisasi dan menciptakan tampilan Bali seperti saat ini. Tidak hayal kebijakan pemerintah juga timpang tindih untuk mengelola Bali. Kerja sama pemerintah, swasta dan keramah tamaan masyarakat Bali menjadi kunci utama dalam merevitalisasi dan menciptakan keberhasilan sektor pariwisata Bali.

Potensi Bali dalam menjual nilai selalu menciptakan Eksotis, Candu dan ketidaknyataan. Masyarakat dalam sebuah kesalarasan budaya dan hubungan adalalah poin penting yang selalu dijaga dalam lingkungan masyarakat Bali. Ketika potensi ada maka tidak perlu diundang maka segerombolan investor akan berebut menjemput segelintir keuntungan dari potensi, setelah itu peran pemerintah mengatur aturan mainnya. Perencanaan Pengembangan Danau Toba yang dimulai dari Pengelolahan Infrastruktur hendaknya bukan menjadi penghambat kemajuan, dibalik pembangunan resort dan hotel megah maka akan membuat  masyarakat  akan menjadi penonton ditengah gemuruh  resesi. Pengaruh  penting karna berdampak besar, konflik kerap berasal dari pembangunan dan  kecemburan hingga ketimpangan strata sosial. Segera membangun program solve dalam penataan infrastruktur dan mengikut sertakan masyarakat dalam pengembangan. Membedakan rute objek wisata, resort dan hotel tempat menginap wisatawan, desa desa dengan potensi budaya, kerajinan, dan daerah dengan seni pertunjukan. Membedakan pembagunan ini juga disarankan oleh Michael Piccard dalam penelitiannya Di Bali dalam pengelolahan industri pariwisata, beretalase, penempatan tata ruang dan  membagi dimensi budaya dalam satu tatanan wisata.

Hasil riset dan penelitian terhadap wisata Bali mungkin sudah banyak, alangkah baiknya menggunakan hasil riset ini untuk perkembangan wisata Danau Toba dalam mengelola pembangunan infrastruktur, pengolahan sumber daya alam dan masyarakat. Menjaga tatanan kearifan lokal serta menjadian masyarakat sebagai aktor perkembangan yang merupakan satu kunci keberhasilan dalam mengemas dan menjual  sektor  pariwisata.

Rawan Konflik

Daerah Kawasan Danau Toba adalah rangkaian api dalam sekam, yang merupakan daerah yang tenang tapi sangat rentan dalam potensi konflik.  Bila di amati secara mendalam banyak hal yang akan ditemukan sebagai alat dan simbol yang bergerak melegitimasi massa dan berujung pada konflik. Konflik tanah ulayat, eksploitasi sumber daya alam, Konflik politik, hingga kebijakan terhadap pengembangan infrastruktur sangat rentan terjadi di daerah kawasan Danau Toba.

Tinggi nya menjunjung Adat Istiadat, Budaya dan hubungan di antara klan masyarakat daerah kawasan ini, kerap kali digunakan sebagai daya pengaruh konflik. Strategi harus dibangun dalam meredupkan api dalam sekam ini, memandang nilai-nilai  dianggap salah satu yang harus dibentengi, bukan terhadap nilai ekonomi melainkan nilai sosial dan nilai nilai budaya yang harus diselaraskan dengan pembangunan dan kebijakan. Menganalisis situasi yang ada, membangun negoisasi sebagai umpan untuk mendapatkan perumusan dalam pemecahan masalah-masalah di masyarakat. Menentukan pola dan kebijakan yang seimbang. Dengan demikian maka percikan api tidak akan mencuat keluar, sehingga tidak menjadi konflik yang dapat menimbulkan kerugian bagi negara maupun masyarakat itu sendiri.

Menggeleronya sektor pariwisata di kawasan ini tentu saja akan mengundang banyak perantau untuk berdatangan ke daerah ini nantinya. Secara tidak langsung para perantau ini akan membentuk koloni baru di daerah ini, membentuk serangkaian kekuatan agar dapat berselaras dan keluar dari zona minoritas. Tentu saja para pendatang ini pasti akan memberi dampak pada masyarakat lokal, perantau yang mencoba pergejolakan di kawasan wisata kerap kali memicu konflik. Pola perilaku budaya dan aturan masyarakat berbeda  menjadi salah satu pemicu, apalagi di indonesia yang kerap kali mendasari konflik pada etnisitas dan Agama. Kemajemukan dan multikultural akan terbangun cepat atau lambat di Daerah Danau Toba, dan bagaimana kesiapan masyarakat klan Batak menyikapi ini? Berujung konflik atau terjalinnya integrasi.

Penutup

Persoalan diatas adalah sesuatu yang sedang bergulir di saat ini dalam pengembangan sektor industri pariwisata Danau Toba. Bagaimana juga niat baik pariwisata dalam menganggakat perekonomian jangan menjadi sesuatu yang melanggar Nilai-nilai. Merevitalisasi, menentukan kebijakan seimbang, mentransformasi masyarakat dalam suatu keselarasan agar dapat meredam api dalam sekam.

Poin of view disimpulkan dianataranya :

  1. Peningkatan ekonomi: Pengembangan sektor pariwisata di Kawasan Danau Toba diharapkan dapat menggerakkan roda perekonomian. Dengan menarik lebih banyak wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, akan tercipta lapangan kerja baru dan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.
  2. Peningkatan devisa: Dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang mengunjungi Kawasan Danau Toba, sektor pariwisata dapat menjadi sumber devisa yang signifikan bagi negara. Pendapatan dari pariwisata dapat digunakan untuk memperkuat perekonomian nasional.
  3. Pelestarian budaya: Revitalisasi budaya Batak di Kawasan Danau Toba dapat menjadi sarana untuk melestarikan tradisi dan budaya asli. Dengan membedakan antara budaya asli dan budaya yang ditampilkan kepada wisatawan, dapat mempertahankan keaslian budaya Batak dan mencegah eksotisme budaya terancam oleh modernisasi dan westernisasi.
  4. Pengembangan infrastruktur: Pengembangan sektor pariwisata di Kawasan Danau Toba juga memerlukan pembangunan infrastruktur yang baik, seperti transportasi, akomodasi, dan fasilitas pendukung lainnya. Hal ini dapat memberikan manfaat jangka panjang dalam meningkatkan konektivitas dan kenyamanan bagi wisatawan serta masyarakat setempat.
  5. Peningkatan hubungan sosial: Pengembangan pariwisata di Kawasan Danau Toba dapat menciptakan interaksi antara wisatawan dan masyarakat lokal. Ini dapat membuka peluang untuk saling memahami, berbagi pengalaman, dan meningkatkan toleransi antarbudaya.
  6. Dampak positif bagi masyarakat lokal: Dengan adanya pengembangan pariwisata, masyarakat setempat dapat merasakan manfaat ekonomi langsung melalui peningkatan pendapatan, peluang kerja, dan partisipasi dalam kegiatan pariwisata. Hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup masyarakat lokal.
  7. Menjadikan Kawasan Danau Toba sebagai destinasi unggulan: Dengan merevitalisasi budaya dan membangun infrastruktur yang baik, Kawasan Danau Toba dapat menjadi salah satu destinasi pariwisata unggulan di Indonesia. Hal ini dapat menarik minat wisatawan untuk mengunjungi dan mempromosikan pariwisata Indonesia ke tingkat internasional.

Besar harapan menjadi suatu yang menjalin integrasi. Saling bahu-membahu dalam mewujudkan cita-cita bersama untuk pariwisata Danau Toba mancanegara.

Leave a Reply

Your email address will not be published.